Batasan Peliputan di Kepolisian Dinilai Ganggu Kebebasan Pers
06 April 2021 | 17:35:21
PUBLICANEWS, Jakarta - Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menyoroti surat telegram rahasia (STR) Kapolri yang membatasi peliputan media meski bersifat internal.
"Namun dalam STR ini berdampak pada eksternal, khususnya jurnalis," kata Poengky dalam rilis yang diterima wartawan, Selasa (6/4).
Ia telah membaca poin-poin aturan peliputan media dalam STR yang diteken Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono itu. Tujuannya menjaga prinsip presumption of innocent melindungi korban.
"Kasus kekerasan seksual, melindungi anak yang menjadi pelaku kejahatan, serta ada pula untuk melindungi materi penyidikan agar tidak terganggu dengan potensi trial by the press," ujarnya.
Tetapi di sisi lain ada hal yang menjadi pro kontra, misalnya poin pertama mengenai larangan meliput tindakan kekerasan dan arogansi polisi.
Batasan kepada jurnalis untuk meliput tindakan kekerasan atau arogansi anggota Polri itu, menurutnya, membatasi kebebasan pers serta akuntabilitas dan transparansi kepada publik.
"Kami berharap STR ini direvisi, khususnya poin-poin yang kontroversial membatasi kebebasan pers serta yang menutup akuntabilitas dan transparansi Polri kepada publik agar dicabut," ia menegaskan.
Diketahui Telegram Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memuat sebelas poin aturan peliputan media di lingkungan kepolisian. Poin pertama, Kapolri meminta agar media tidak menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. (imo)
"Namun dalam STR ini berdampak pada eksternal, khususnya jurnalis," kata Poengky dalam rilis yang diterima wartawan, Selasa (6/4).
Ia telah membaca poin-poin aturan peliputan media dalam STR yang diteken Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono itu. Tujuannya menjaga prinsip presumption of innocent melindungi korban.
"Kasus kekerasan seksual, melindungi anak yang menjadi pelaku kejahatan, serta ada pula untuk melindungi materi penyidikan agar tidak terganggu dengan potensi trial by the press," ujarnya.
Tetapi di sisi lain ada hal yang menjadi pro kontra, misalnya poin pertama mengenai larangan meliput tindakan kekerasan dan arogansi polisi.
Batasan kepada jurnalis untuk meliput tindakan kekerasan atau arogansi anggota Polri itu, menurutnya, membatasi kebebasan pers serta akuntabilitas dan transparansi kepada publik.
"Kami berharap STR ini direvisi, khususnya poin-poin yang kontroversial membatasi kebebasan pers serta yang menutup akuntabilitas dan transparansi Polri kepada publik agar dicabut," ia menegaskan.
Diketahui Telegram Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memuat sebelas poin aturan peliputan media di lingkungan kepolisian. Poin pertama, Kapolri meminta agar media tidak menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. (imo)
Komentar(0)
Tidak ada komentar pada artikel ini